-->

Perjalanan Menuju Gunung Talamau Atap Tertinggi Sumatera Barat

Semua berawal berdasarkan teman-teman dan senior aku yang tak jarang naik gunung. Mereka selalu bilang, “Percuma tinggal di Pasaman Barat jikalau tidak pernah menginjakan kaki pada Gunung Talamau.”

Seminggu sebelum keberangkatan, persiapan dan perencanaan saya mampu dibilang kurang matang. Secara impulsif aku mengajak beberapa teman-teman buat mendaki gunung.

Puncak Talamau (dok.Pribadi)
Puncak Talamau (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Sebenarnya sih terdapat beberapa komunitas pendaki yg mengajak aku mendaki bersama. Tetapi, saya takut bakal jadi beban bila mengikuti mereka yg telah senior. Saya telah beberapa kali mendaki gunung pada Sumatera Barat, akan tetapi rute pendakian Gunung Talamau lebih sulit.

Akhirnya ada 11 orang sahabat yg bersedia mendaki beserta. Dua perempuan & sisanya lelaki. Di antara rombongan ini, 2 orang pernah mendaki Gunung Talamu, akan tetapi mereka sedikit lupa rutenya. Sementara itu, terdapat satu orang yang justru belum pernah naik gunung sama sekali. Sebagai pendaki pemula, dia bakal merasakan jalur pendakian yg tergolong sulit.

Menghitung Barang Bawaan

Cuaca yang Sangat Cerah Menemani Langkah Kami (dok.Pribadi)
Cuaca yang Sangat Cerah Menemani Langkah Kami (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Diiringi rasa bertanya-tanya tinggi kami pun berangkat dua hari menjelang tahun baru. Sulitnya jalur pendakian Gunung Talamu eksklusif terasa sejak awal. Sebab menurut titik start menuju pos satu saja sanggup memakan saat seharian.

Oh ya, sebelumnya engkau harus pendaftaran terlebih dahulu pada Posko Pendaftaran. Kami mendapatkan arahan buat menghitung makanan atau minuman yg dibawa. Jumlahnya akan dicocokkan dengan sampah pembungkus dan plastik yang dibawa saat turun nanti.

Aturan ini dibentuk supaya nir ada pendaki membuang sampah asal-asalan. Bagi pelanggar akan diberi denda sangat besar . Menurut aku relatif fair karena jikalau bukan kita, siapa lagi yang mau menjaga tempat-tempat indah misalnya ini?

Harimau Campo Hingga Bumi Sarasah

Route Gunung Talamau (dok.Pribadi)
Route Gunung Talamau (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Begitu sampai di Pos Satu ‘Harimau Campo’, kami beristirahat sejenak buat makan. Total masih ada 5 pos lagi yang harus lalui, padahal saat itu hari sudah sangat sore.

Setelah makan kami tetap melanjutkan perjalanan demi berhemat waktu. Kami terus berjalan sampai larut malam, sebelum beberapa sahabat aku merasa kelelahan. Kami lantas memilih beristirahat di Pos Tiga ‘Bumi Sarasah’. Lokasinya sangat ideal, dekat menggunakan asal air.

Seorang sahabat aku lantas mengingatkan buat memeriksa kaki masing-masing, lantaran rute sepanjang Harimau Campo hingga Bumi Sarasah umumnya dipenuhi pacet (lintah-red). Hewan penghisap darah tadi sangat senang hinggap di kaki pendaki.

Untungnya kami naik gunung saat cuaca sedang cerah, jadi nir ada terlalu poly pacet. Lain halnya apabila memasuki ekspresi dominan hujan

Usai menyelidiki kaki masing-masing, kami memtusukan menunggu pagi sembari bersenda gurau. Suasana terasa syahdu, ditemani kunang-kunang dan tikus hutan.

Dibagi Menjadi Dua Tim

Sisi lain Gunung Talamau
Sisi lain Gunung Talamau (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Keesokan harinya, lebih kurang pukul 06.00 selesainya sarapan, kami melanjutkan bepergian berdasarkan Pos Tiga menuju puncak . Rombongan kami terus beranjak, tanpa banyak berhenti terlalu usang.

Semakin jauh, hutan di kurang lebih kami terasa semakin rimbun. Sepanjang bepergian terdengar sahutan kicauan burung, simpanse, dan hewan lainnya. Suara-suara tadi seolah menjadi alunan musik pada indera pendengaran kami. Lumayannya menghibur dan mengurangi rasa penat.

Namun memasuki setengah perjalanan, beberapa orang kondisinya kurang fit. Rombongan beberapa kali wajib berhenti buat istirahat. Setelah beberapa saat, kami memutuskan untuk membangun 2 tim supaya bisa hingga sempurna saat.

Mereka yg masih fit melanjutkan bepergian agar mampu hingga puncak terlebih dahulu & mendirikan tenda maupun mempersiapkan hal lainnya. Logistik dan alat-alat pendakian pun dibagi homogen antara dua grup.

Saya sendiri tergabung dalam grup yang nir berangkat terlebih dulu. Dalam bepergian menuju zenit, kami relatif tak jarang beristirahat demi menghindari ada yg cedera atau sakit. Sebelum malam, tim yang berangkat terlebih dulu telah sampai di basecamp terakhir, Rajo Wali Putiah yg terletak pada pinggiran Telaga Puti Sangko Bulan.

Perjuangan Menuju Puncak

Senja di Telaga Puti Sangko Bulan (dok.Pribadi)
Senja di Telaga Puti Sangko Bulan (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Sementara itu, tim aku baru sampai pada Basecamp Paninjauan. Pemandangan menurut sini sangat indah, terlihat hamparan hutan luas, gunung-gunung, bukit, dan samudera . Kami lantas poly menghabiskan ketika mengagumi panorama tersebut, sembari berangan-angan konyol.

Tanpa kami sadari, panorama apik lain menyapa. Matahari yg tenggelam pada pulang bagian atas laut, sajikan momen luar biasa. Hal tadi menciptakan kami berhenti tidak mengecewakan lama , menikmati perubahan langit dari jingga menjadi gelap.

Setelah sunset berakhir, kami tetapkan makan sebelum melanjutkan bepergian. Dari Basecamp Paninjauan menuju pos terakhir sebenarnya nir terlalu jauh. Tapi perjalanan semakin sulit karena melalui jalan-jalan yang curam dan licin. Banyaknya kerikil dan tanah basah.

Kami sangat berhati-hati pada melangkah. Untungnya, malam itu sangat cerah. Bulan bersinar begitu terang, ditemani jutaan bintang-bintang. Jaluar yg kami lalui pun jadi terlihat jelas.

Setelah melalui usaha berat, kami sampai di Basecamp Rajo Wali Putiah. Berkat bantuan tim satunya, tenda sudah terpasang rapi & kuliner sudah matang. Total kami membutuhkan waktu 18 jam buat sampai pada basecamp terakhir. Dari sini kami bisa melihat gagahnya pucak Gunung Talamau.

Berikutnya kami mencari kayu kemarau buat menghidupkan api unggun karena di sini sangat dingin. Kami lantas bercerita dan bergurau sambil melingkari api unggun sampai pukul 11.00 malam. Perjalanan lantas dilanjutkan menuju Puncak Trimarta, titik tertinggi Talamau.

Panorama Indah di Puncak

Sisi Lain dari Gunung Talamau (dok.Pribadi)
Sisi Lain dari Gunung Talamau (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Begitu hingga pada puncak , kami bersabar menanti datangnya matahari terbit. Setelah menunggu beberapa saat, yg dinanti pun mulai timbul, Langit yg awalnya gelap mulai menguning & ujung cakrawala nampak seberkas rona jingga.

Panorama latif mulai terlihat jelas. Sederet gunung tinggi di Sumatra Barat mampu dilihat menurut sini. Mulai dari Pasaman atau Rajo Imbang Langik, Marapi, Singgalang, serta Kerinci. Kampung-kampung & kebun warga nampak seolah-olah seperti negeri pada atas awan.

Ketika langit telah benar-benar cerah, kami baru sadar bahwa pada puncak ternyata masih ada sebuah kubah mesjid dengan penopang kayu dan bebatuan. Sayangnya, tangan-tangan usil para pendaki menciptakan batu-batu tadi tampak tidak natural. Ada banyak tulisan iseng yg justru mengurangi estetika.

Menurut aku , tindakan semacam ini sangat tidak wajar. Mendaki itu buat menikmati keindahan Tuhan, bukan merusak output karyanya. Saya pernah membaca quote pada kitab seseorang traveler yg berbunyi, “Ketika melakukan perjalanan kemanapun hanya dua hal yg boleh pada tinggalkan di loka tadi yaitu trace dan moment.”

13 Telaga Talamau

Telaga Puti Sangko Bulan dengan Background Pucak Talamau (dok.Pribadi)
Telaga Puti Sangko Bulan menggunakan Background Pucak Talamau (c)Zenith Halalan/Travelingyuk

Kami lantas bergeser ke posisi tidak selaras dan menemukan pemandangan lain yg tidak kalah latif yaitu 13 Telaga. Hanya lima yg masih terisi air, sementara sisanya telah kering dan ditumbuhi flora serta pepohonan.

Setiap telaga di Talamau memiliki nama tidak sinkron yaitu Talago Mandeh Rubiah, Biru, Tapian Sutan Bagindo, Cindua Mato, Puti Mambang Surau, Siuntuang Sudah, Satwa, Puti Bungsu, Putri Sangka Bulan, Rajo Dewa, Lumuik, Imbang Langik, dan Buluah Parindu.

Area lebih kurang telaga ini menawwarkan panorama luar biasa indah, dengan latar belakang bahari luas. Sangat cantik buat berfoto. Saya pun nir menyiakan-nyiakan kesempatan & mengabadikan seluruh view yang dari saya indah.

Melihat ‘Everest’

Telaga-Telaga di Gunung Talamau (dok. Pribadi)
Telaga-Telaga pada Gunung Talamau (c)Zenith Halalan/Travelingyuk

Setelah kawan-kawan lelah berfoto, mereka kembali ke basecamp buat makan & beristirahat. Namun karena bertanya-tanya, aku melanjutkan perjalanan ke Puncak Rajawali. Dari sini kita bisa melihat kawasan hutan lindung Rimbo Panti.

Bayangan dari Gunung Talamau (dok. Pribadi)
Bayangan berdasarkan Gunung Talamau (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Posisi mentari antagonis menggunakan posisi Puncak Rajawali, sebagai akibatnya bayangan gunung ini terlihat kentara berdasarkan sini. Menurut, aku ini adalah kenyataan unik. Saya pun merogoh foto sebesar mungkin.

Hari mulai panas karena surya sudah sejajar zenit. Saya lantas kembali ke basecamp. Berikutnya, rombongan kami hanya menghabiskan ketika dekat tenda & telaga. Begitu sore, beberapa orang memutuskan pulang ke puncak buat menyaksikan mentari terbenam sebelum kembali ke basecamp. Akhirnya malampun datang. Sama seperti sebelumnya, langit dipenuhi jutaan bintang. Kami saling bercerita hingga tertidur lelap.

Ketika Matahari Hanya Menyinari Ujung dari Gunung (dok. Pribadi)
Ketika Matahari Hanya Menyinari Ujung berdasarkan Gunung (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Keesokan harinya, saya terbangun & melihat pemandangan sangat latif. Ketika matahari timbul, setengah Puncak Gunung Talamau terkena cahaya mentari dan tampak berwarna kuning, seolah-olah misalnya Puncak Everest.

Setelah puas melihat panorama luar biasa tadi, kami bersiap-siap turun. Pukul 10 pagi perjalanan dimulai dan pukul 19.00 malam kami sampai pada Harimau Campo. Selama berangkat maupun pergi, kami tidak melihat terlalu poly sampah. Hanya terdapat beberapa & kami berinisitif memungut buat dibuang nanti.

Begitu sampai pada Harimau Campo, petugas ternyata telah menunggu para pendaki yang hendak pergi & mengecek isi tas. Mereka menghitung sampah yang kami bawa, apakah sama menggunakan jumlah barang sebelumnya. Selain itu petugas juga menyelidiki apakah ada pendaki yang mengambil flora dilindungi.

Setelah semua inspeksi selesai, kami lantas beristirahat sembari menunggu pagi.

Mampir ke Air Terjun Lenggo Geni

Air terjun Lenggo Geni (dok. Pribadi)
Air Terjun Lenggo Geni (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Keesokan harinya, sebelum pulang kami menyempatkan buat mengunjungi Air Terjun Lenggo Geni. Di sini kami ingin menghilangkan penat sekaligus membersihkan badan, karena airnya sejuk sekali. Hampir setiap pendaki Gunung Tamalau niscaya menyempatkan diri datang ke Lenggo Geni dalam bepergian pergi.

Pemandangan cantik di lereng gunung (c) Zenith Halalan/Travelingyuk
Pemandangan manis di lereng gunung (c) Zenith Halalan/Travelingyuk

Setelah puas menikmati air terjun, kami balik ke pos & pribadi melanjutkan perjalanan pulang. Kami melewati sejumlah perkebunan rakyat. Ada yg ditanami salak, durian, maupun jambu. Asyiknya lagi, kami diperkenankan merasakan buah-buahan tadi. Tentunya menggunakan meminta izin terlebih dulu.

Itulah sedikit cerita soal perjalanan menuju puncak Gunung Tamalau. Bagaimana Teman Traveler, kalian tertarik menaklukkan Atap Tertinggi Sumatera Barat ini?

Related Posts

Subscribe Our Newsletter